Peringatan Hari lahir dan meninggalnya Rosul Allah , Muhammad SAW.Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Maulid Nabi Muhammad SAW adalah hari raya kebesaran Allah SWT yang dihayati oleh umat Islam untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Namun, asal-usul maulid Nabi Muhammad SAW sudah lama menjadi perdebatan dan kontroversi antara ulama dan pembaharuan.
Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW
Pada awalnya, maulid Nabi Muhammad SAW tidak terdaftar sebagai hari raya resmi dalam kalender Islami. Namun, pada abad ke-10 masehi, Ustaz Ibn Hajar al-Haythami, seorang ulama Hadits dan tarihwan, menulis sebuah kitab berjudul "Kashful Khafa' wa Mazhab al-Khafa' wa al-Masail" yang menguraikan ketentuan-ketentuan hukum tentang maulid Nabi Muhammad SAW.
Ibn Hajar al-Haythami mengutip beberapa riwayat Hadits dari Sahih Muslim yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki beberapa kebiasaan sebelum meninggal, salah satunya adalah merayakan kelahiran anak-anaknya. Beliau juga mengingkatkan bahwa hadits tersebut tidaklah sebagai sandiwar dan tidak melarang umat Islam untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Namun, beberapa ulama lainnya, seperti Ibn Taymiyah dan Ibn Qayyim al-Jawziyah, menolak maulid Nabi Muhammad SAW sebagai sunnah dan menganggapnya sebagai bid'ah (inkulang unsur). Mereka berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah merayakan kelahiran Dirgawasilanya dan umat Islam tidak diperintahkan untuk memperingati hal tersebut.
Kontroversi dan Solusi
Kontroversi maulid Nabi Muhammad SAW berpusat pada beberapa isu, yakni:
- Adakah Nabi Muhammad SAW pernah merayakan kelahiran anak-anaknya?
- Apakah maulid Nabi Muhammad SAW sebagai sunnah (contoh) atau tidak?
- Adakah umat Islam diperintahkan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW?
Solusi yang umum dipilih oleh ulama adalah dengan melakukan kajian_depth terhadap Hadits-Hadits yang relevan dan mengikuti pendapat para pengemuka Hadits, seperti Ibn Hajar al-Haythami.
Pendapat yang umum adalah bahwa maulid Nabi Muhammad SAW hanya sebagai upaya untuk memperingati dan meneladani sejarah Nabi Muhammad SAW, tidak sebagai ibadah wajib (fardhu). Umat Islam juga boleh melakukan sejumlah rukhsah (pengecualian) untuk memperingati maulid Nabi Muhammad SAW, seperti dengan berzensi (menghabiskan waktu), berkumpul, atau melakukan kegiatan-kegiatan kebaktian.
Dalam beberapa mazhab, seperti Mazhab Hanafi, maulid Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai Acitnaul (kebiasaan yang dibolehkan) dan boleh dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Sedangkan dalam beberapa mazhab lainnya, seperti Mazhab Maliki, maulid Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai Mubahah (boleh atau tidakboleh) dan umat Islam diperintahkan untuk memperingati hal tersebut dengan cara-cara yang sesuai dengan Syariat Allah SWT.
Dengan demikian, maulid Nabi Muhammad SAW tetap dihayati oleh umat Islam sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW dan sejarah kebesaran Allah SWT. Namun, demikian, umat Islam juga diingatkan untuk mempertahankan prinsip-prinsip keislaman dan menghindari penyelewengan dalam memperingati maulid Nabi Muhammad SAW.