ini adalah tugas latihan menulis , dilakukan dengan menyalin buku dari karya penulis terkenal . Kebanyakan penerima nobel sastra , tetapi boleh yang lain, sesuai dengan kriteria .
Jalan Udara (Boris Paternak)
Suster itu sedang tidur di bawah pohon murbei yang sudah seabad umurnya, menyandar ke batangnya. Ketika awan besar berwarna ungu terlihat di ujung jalan , membungkam belalang yang mengerik sensual di rumput tinggi, dan ketika genderang di kamp menghela napas dan menjadi sayup sayup lalu menghilang , bui bertambah gelap , dan tidak ada kehidupan di dunia.
” Di mana , oh dimana” , terdengar terikan terus-menerus dari bibir sumbing perempuan gembala bodoh; dan didahului oleh seeokr anak sapi , gembala perempuan itu menyeret sebelah kakinya, mengacung-acungkan sebatang ranting liat seola-olah itu adalah petir , dia muncul dari awan sarat debu di tepi kebun, di mana semak-semak lebat bermula; tanaman belladona , batu bata, kawat membelit dan bayang-bayang berbau jahat.
Dia lenyap. Awan melirik tanah bertunggul terpanggang dan tak bisa dibedakan yang bersearakan di atas cakrawala.
Perlahan-lahan awan itu membumbung ke atas. Tanah bertunggul membentang sangat jauh, melampaui kamp. Awan jatuh ke kaki depannya sendiri, dan dengan halus menyeberangi jalan , tanpa suara merayap di sepanjang jalur rel keempat langsiran. Semak-semak membuka tutup kepala mereka dan bergerak dengan seluruh lereng tanggul di belakang mereka. Mereka mengalir mundur, memberi salam pada awan. Tapi dia tidak menjawab.
Buah-buah beri dan ulat-ulat bulu berjatuhan dari pepohonan. Mereka jatuh, diterjang panas, menimpa apron perawat itu dan berhenti memikirkan apa pun.
Anak itu merangkak ke keran air. Sudah lama dia merangkak. Sekarang dia mulai memanjat naik lebih tinggi.
Dan ketika hujan turun, dan ketika semua rel melayang di sepanjang jalinan dahan dan rnting kayu, melindungi diri dari malam gelap dan cair yang akan menimpa mereka, dan ketika malam cair itu , menganas , dengan tergesa-gesa meneriakimu agar jangan takut, mengatakan kepadamu bahwa namanya adalah pancuran atau cinta atau sesuatu yang lain, akan kuceritakan kepadamu tentang orang tua anak yang diculik itu yang membersihkan pakaian linen putih mereka di awal malam, dan tentang betapa masih dini hari ketika, berpakaian putih salju layaknya hendak bermain tenis , mereka berjalan menembus bayang-bayang diam taman dan sampai di tiang itu di mana mereka bisa membaca nama stasiun, dan pada saat itu lempeng-lempeng baja mengelembung lokomotif uap mengelinding di taman dan menyelimuti toko kue Turki dalam awan asap kuning menyesakkan.
Mereka berjalan kaki ke pelabuhan untuk menemui kadet angkatan laut yang pernah mencintainya , yang tetap menjadi teman suaminya , dan yang diharapkan pagi ini ada di kota setelah menerima sertifikat masternya.
Si suami terbakar ketidaksabaran untuk mengajari temannya itu arti penting mendalam menjadi bapak, yang belum menjemukan baginya. Yang begitu itu sering terjadi. Sesuatu yang amat sederhana membawamu, barangkali untuk pertama kalinya , ke gerbang sesuatu yang substansial dan penting. Sedemikian baru bagimu ketika kamu menemui seseorang yang sudah berkeliling dunia melihat banyak sekali dan punya banyak yang harus diceritakan, tiba-tiba terbersit dalam dirimu bahwa dalam setiap pembicaraan dia akan menjadi pendengar, sementara yang banyak bicara adalah kamu, membuatnya terkagum-kagum dengan kefasihanmu.
Bertolak belakang dengan suaminya hal ini menyeretnya , seperti sebuah jangkar di dalam air , ke kebisingan besi pelabuhan , ke karat merah raksasa-raksana tiga cerobong, ke biji yang mengapung di sungai, di bawah semburat kemilau langit , layar-layar kapal dan para pelaut. Tetapi motif mereka tidaklah sama.
HUjan turun , jatuh seperti dari semua ember: aku harus mulai menunaikan janji yang kubuat sendiri.
Terbersit dalam benaknya bahwa dia diangkat sebagai kadet sudah lama. Jam sebelas malam. Kereta api terakhir dari kota menggelinding ke stasiun. Setelah menjerit meluapkan isi hatinya , kereta itu menjadi gembira setelah membelok, dan mulai tertawa meledak-ledak. Akhirnya ia mengisi penuh paru-parunya dengan seisi distrik, dengan daun-daun, pasir dan embun yang dituangkan ke reservoir meluapnya, dia berhenti, bertepuk tangan dan tiba-tiba diam menunggu sebuah auman tanggapan. Dari semua jalur, dema akan bersahut-sahutan. Ketika ia mendengar itu, seorang perempuan, seorang pelaut dan seorang laki-laki sipil berpakaian serba putih berbelok dari jalan besar pindah ke jalan setapak, dan tepat di depan mereka, dari bawah pohon-pohon poplar, muncul permukaan cemerlang atap berembun. Mereka berjalan menuju pagar tanaman, tak luput dari pandangan mereka galur , baut dan perhiasan tembok atas yang menggantung di pagar itu seperti anting-anting; sementara planet besi itu mulai meyurut ketika mereka bertambah dekat. Gemuruh kereta api yang menghilang itu bertambah besar di luar dugaan dan megecoh dirinya sendiri dan yang lain-lain sejenak dengan sebuah diam yang dibuat-buat, lalu lenyap kemudian dalam hujan tipis gelembung-gelembung sabun yang lenyap di kejauhan.
Tetapi kemudian ketahuan bahwa itu bukan kereta api sama sekali, melainkan hanya roket air yang dipakai laut untuk bermain-main. Bulan bergerak di belakang pohon-pohon stasiun di pinggur jalan. Lalu , melihat ke lanskap, kamu akan menyadari bahwa itu diciptakan oleh seorang penyair terkenal, yang namanya sudah kamu lupakan, dan mereka memberikannya kepada anak-anak pada hari Natal. Kamu pasti akan ingat juga bahwa pagar pembatas ini pernah muncul dalam mimpi-mimpimu , dimana ia dikenal sebagai “akhir dunia”.
Seember cat bersinar putih dengan latar belakang serambi, dibasuh cahaya bulan , kuas berdiri meyandar tembok dengan ujungnya menunjuk ke atas. Mereka membuka jendela ke taman. ” Hari ini mereka mengecat putih rumah”- meluncur dari bibir seorang perempuan bersuara lembut. ” Bisakah kamu merasakannya? Sekarang ke sinilah dan ayo makan malam”. Sekali lagi hening menguasai mereka. Hanya berlangsung sebentar. Kebingunan memasuki rumah. ” Apa maksudnya – tidak ada ? Hilang ? ” terika suara bas parau yang menyerupai suara sinar biola kendor, dan pada saat yang sama suara seorang perempuan menghimpun contralto histeris, ” Di bawah phon ? Di bawah pohon? Berdiri sekarang juga. Dan jangan melolong! Demi Kristur lepaskan tanganku. Ya Tuhan!- ini tidak mungkin. Tosha-ku! Toskhenka-ku! Jangan berani-berani, jangan berani-berani mengatakannya. Sunggu perempuan tak tahu malu kamu, kamu tidak berguna sama sekali, dasar perempuan tak tahu malu – ” Akhir kata-kata , suara-suara bertemu dalam dukacita , jeda, berpindah ke kejauhan. Tidak mungkin lagi mendengar mereka.
Malam berakhir, tapi fajar masih sangat jauh. Tanah terbaring diselimuti bayang-bayang, seperti tumpukan jerami, dibius oleh hening. Bayang-bayang beristirahat. Jarak di antara mereka bertambah, dibanding jarak pada siang hari, seolah-oleh mereka bisa berbaring dengan lebih baik: bayang-bayang berserakan dan pindah ke kejauhan. Dalam selang waktu diantara mereka padang rumput es dingin menghea napas diam-diam dan menghirup napas lewat hidung di bawah kain pelindung kuda berkeringat mereka. Kadang-kadang bayang-bayang itu muncul dalam bentuk sebatang pohon atau segumpal awan atau sesuatu yang bisa dikenali. Sebagian besatnya samar-samar , tumpukan-tumpukan tanpa nam. Mereka tidak yakin benar dengan sekitar mereka, dan dalam setengah kegelapan awan atau sesuatu yang bisa dikenali. Sebagian besarnya samar-samar, tumpukan-tumpukan tanpa nama. Mereka tidak yakin bener dengan sekitar mereka, dan dalam setengah kegelapan hampir tidak mungkin memastikan kapan hujan berhenti atau kapan hujan berhimpun dan mulai menurunkan tetes-tetesnya.
=